JANGAN TERLALU DALAM MEMBUAT LUKA

 Luka adalah goresan pada jiwa yang sering kali lebih tajam daripada bilah pedang. Dalam kata-kata atau perbuatan, kita memiliki kemampuan untuk menciptakan rasa sakit yang tak terlihat, namun terasa mendalam. Namun, apakah kita benar-benar memahami konsekuensi dari luka yang kita buat? Kata maaf, meski diucapkan dengan tulus, tidak serta-merta menyembuhkan luka yang telah terlanjur terbuka. Ia hanya menjadi permulaan – sebuah janji untuk memperbaiki, tetapi tidak bisa menghapus bekas yang tertinggal. Luka itu tetap ada, mengingatkan kita akan kerentanan manusia dan tanggung jawab kita terhadap sesama.

Dalam setiap interaksi, ada pilihan untuk membangun atau menghancurkan. Ketika kita melukai seseorang, kita sering kali melupakan bahwa luka tersebut membawa cerita dan kenangan yang sulit dihapus. Waktu mungkin melapangkan ruang bagi penyembuhan, tetapi bekasnya selalu ada – seperti jejak yang tertinggal di pasir setelah ombak surut. Maka, berhati-hatilah dengan tindakan dan kata-kata kita, sebab mereka memiliki daya yang lebih besar daripada yang kita sadari. Jangan terlalu dalam membuat luka, karena dampaknya tidak hanya pada orang yang kita sakiti, tetapi juga pada diri kita sendiri. Kita adalah cermin bagi tindakan kita, dan cermin itu akan terus mengingatkan.

Ada keindahan dalam proses memaafkan, tetapi juga ada kejujuran dalam menghadapi bekas luka. Bekas itu bukan hanya tanda kelemahan, melainkan bukti keberanian seseorang untuk bertahan dan melanjutkan hidup. Mereka mengajarkan kita bahwa hidup adalah perjalanan yang penuh pelajaran – tentang cinta, kehilangan, penyesalan, dan pengampunan. Jangan biarkan diri kita menjadi sumber luka yang abadi bagi orang lain. Sebaliknya, jadilah seseorang yang menghadirkan kedamaian, yang memahami bahwa kekuatan sejati terletak pada kemampuan untuk tidak melukai, dan dalam kesadaran bahwa setiap tindakan meninggalkan jejak yang tak akan terlupakan.

Postingan Populer