Selamat berlayar, wahai nona, di bawah kibaran layar baru yang menjanjikan cakrawala yang lebih cerah. Kau adalah nakhoda yang pantas mengarungi samudra megah, bukan sekadar menumpang pada sampan reyot yang hanya bermodal doa dan kayu rapuh. Kehadiranmu terlalu agung untuk bertahan di kapal yang bahkan tidak sanggup melindungi dari gerimis kecil, apalagi badai besar yang sewaktu-waktu bisa datang menguji.
Dunia ini bukan sekadar tambatan hati untuk mereka yang asal mendayung. Kau, dengan bintang di matamu dan angin di rambutmu, layak berada di atas kapal megah yang memuliakanmu. Jangan biarkan dirimu terperangkap dalam biduk kecil yang gemetar saat ombak datang, sementara luas samudra menantimu dengan janji-janji birunya. Ini waktunya kau beralih, bukan sekadar penumpang, tapi pemimpin armada menuju horizon yang tak pernah terbayangkan.
Namun hati-hati, nona, sebab tak semua nakhoda punya niat yang tulus, dan tak semua kapal membawa janjinya ke pelabuhan. Beberapa hanya berdansa di gelombang, memikat dengan lagu-lagu sirine sebelum karam di tengah jalan. Maka, pilihlah dengan bijak, karena layar yang megah tanpa nakhoda yang tegas hanya akan menjadi penjara di tengah samudra. Kau layak lebih dari sekadar bertahan—kau diciptakan untuk menaklukkan.