Andai angin mampu membawa kembali masa yang terlampaui, aku akan menyerahkan segalanya untuk menciptakan keabadian yang sempat lenyap. Setiap hembusnya akan kugenggam erat, menyusun ulang serpihan cerita yang pernah jatuh. Aku akan menelusuri jejak langkah yang pudar, membisikkan doa pada dedaunan, berharap ia menyampaikan rindu kepada semesta. Bukankah waktu hanyalah ilusi? Namun, kita terjebak di dalamnya, menjadi saksi dari detik yang tak pernah berpaling.
Jika seluruh isi bumi bisa ku telan demi dirimu, maka biarlah aku menjadi saksi bagi cintaku yang tak terbatas. Bumi akan berbisik tentang keberanian dan pengorbanan, tentang kerinduan yang tak pernah padam. Batu-batu akan mengukir kisah kita, sementara air akan membawa kenangan itu mengalir ke ujung dunia. Aku ingin melarutkan segala bentuk ragu, agar yang tersisa hanyalah keyakinan bahwa setiap kehilangan adalah jalan menuju kebersamaan yang lebih dalam.
Namun, angin dan bumi mengajarkan tentang menerima. Angin tak pernah kembali ke arah yang sama, dan bumi terus berputar meski kehilangan cahayanya sesaat. Mungkin, yang ku cari bukanlah pengulangan masa lalu, melainkan harmoni baru yang tercipta dari luka yang menyembuh perlahan. Di sanalah, aku mengerti bahwa cinta sejati tidak hanya ditemukan di balik pintu yang terkunci, tetapi di dalam jiwa yang merangkul setiap bab kehidupan.