Game ke-2 Babak ke-1

Seperti terrcantum pada peraturan game -pada sebuah game terdiri beberapa babak, minimal biasanya terdapat 2 babak dalam 1 game. Saat ini sedang kuawali 1 babak pada game pada putaran ke-2. Saya yakin kesempatan yang pernah lepas pada putaran ke-1 akan datang pada putaran kali ini. Yang masih menjadi tanda tanya adalah kapan kesempatan itu datangnya ? Beberapa saat sesudah game dimulai ? ataukah pada pertengahan game ? bisa juga menjelang game berakhir, tepat pada saat kesempatan itu datang ketika ketepatan waktu untuk menggapainya manjadi salah satu kunci keberhasilan untuk bisa memanfaatkan kesempatan kali ini.

Bayangan itu masih berbekas membau pada setiap langkahku. Posisi ini mirip seperti berdiri di ujung tanduk -keputusan ini harus benar-benar tepat, jika tidak harus menunggu lagi pada awal game berikutnya, bukan pada babak berikutnya -melainkan pada game berikutnya.
Memutar haluan untuk mendapatkan kemudahan dengan mengingkari keyakinan, dan berusaha untuk merobohkan pilar janji adalah cobaan berikutnya. Meski dengan kasat mata bukan merupakan rintangan, melainkan godaan untuk memindahkan jalur langkah ini. Kembali pada jalan pintas yang sebetulnya bukan jalan yang mendapat restu dan keikhlasan.

Hanya saja, kaki ini terus berjalan -mengais beberapa cita dan bersandar kepada keyakinan demi masa yang belum ditayangkan.

!kembali pada kenyataan.
Tadi pagi teringat dengan cincin pernikahan, beberapa bulan lalu masih bisa dipakai hanya saja masih terasa terlalu menghimpit jari. Sehingga akhirnya masuk kotak kembali. Satu pertanyaan yang masih saya anggap sebagai "kuis iseng-iseng tak berhadiah" yaitu :

"Setelah 5 tahun pernikahan, apakah saya termasuk orang yang setia memakai cincin perkawinan setiap hari dan kemana pun saya pergi sepanjang hari, sebagai salah satu pernyataan bahwa saya sudah mempunyai ikatan suci dan resmi dan mempunyai tanggung jawab dan loyalitas kepada pasangan saya ?"

Terus terang, saya sendiri bukan orang yang suka dan sering memakai aksesoris apalagi perhiasan, apalagi jika cincin pernikahannya sudah tidak muat untuk dipaksakan dipakai pada jari tangan. Mungkin sebagian orang berpendapat, khususnya untuk kaum laki-laki -anggapan untuk laki-laki yang sudah menikah terkadang tidak mau memakai cincin pernikahannya karena 4 huruf MALU. Malu karena sudah menikah ? ataukah tidak "PD" untuk melanjutkan kegiatan rutinitas di luar rumah karena "mungkin" untuk urusan percaya diri ini relatif banyak sekali alasannya. Sehingga banyak 1001 alasan untuk menutupi kenyataan. ada ? ada dong!

Jangankan setelah memasuki jenjang perkawinan, ketika memasuki masa-masa pendekatan yang disebut dengan "berpacaran" pernyataan bahwa "saya sudah ada yang punya" atau "saya sudah punya pacar" agak kabur ketika (mungkin?!) saja ada kenalan baru di depan mata. Ujung-ujungnya loyalitas dipertanyakan. Ini hanya perbandingan jangan terlalu dianggap serius, tapi jangan pula disepelekan.

Komentar