MASIH BELAJAR BERTAHAN

Ada saat di mana ia ingin berteriak. Ingin menjeritkan semua beban yang dipikulnya. Namun suara itu tertahan di kerongkongan. Takut terdengar. Khawatir isyarat kelelahannya akan ditangkap sebagai keluhan. Di dalam pikirannya, pertempuran sengit terus berkecamuk. Antara keinginan untuk beristirahat dan tuntutan untuk terus bertahan.

Ia ingin jujur. Ingin mengaku bahwa ada hari-hari di mana rasanya tak sanggup lagi. Namun kata-kata itu berbalik arah. Mengubur diri dalam diam. Karena pengakuan tulus seringkali berubah menjadi senjata. Kelak, di kala marah, bisa jadi kelemahannya akan diingat-ingat. Disulut kembali untuk membuktikan bahwa ia tidaklah sempurna.

Lalu datanglah hari di mana tekanan itu memuncak. Tatapan kosong dari sekitarnya, desakan kecil yang terasa seperti tuntutan besar, dan ia pun meledak. Kata-kata keras terlontar. Suara meninggi. Semua emosi yang tertahan lama akhirnya menemukan jalannya keluar. Namun sesaat setelah ledakan itu reda, yang tersisa hanya penyesalan. Rasa bersalah yang menggerogoti tanpa ampun. Ia menyalahkan diri sendiri, tanpa sempat menelusuri akar masalah yang sebenarnya. Tanpa menyadari bahwa ledakan itu hanyalah puncak dari gunung es yang telah menumpuk terlalu lama.

Maka biarlah sunyi menjadi bahasanya. Biarlah senyum yang terpasang menjadi jawaban untuk semua pertanyaan yang tak terucap. Di balik topeng kepercayaan diri, tersimpan seorang lelaki yang masih belajar. Belajar untuk tetap berdiri, meski kedua kakinya menggigil. Belajar memahami bahwa dibalik setiap ledakan, ada luka yang perlu disembuhkan. Bukan hanya pada dirinya, tapi juga pada mereka yang berada di sekelilingnya.

Postingan populer dari blog ini

6 APLIKASI AUDIO ANALIZER GRATISAN VERSI ANDROID !

LELAH TAK KUNJUNG USAI

SEPERTI DOA YANG TAK KUNJUNG SELESAI DIRAPALKAN