ADALAH PANGGUNG BESAR YANG TERUS BERGANTI ADEGAN

Di antara reruntuhan waktu, aku melangkah. Bayang-bayang masa lalu melingkari langkah, membisiki cerita-cerita usang yang tak lagi relevan, tetapi terlalu akrab untuk diabaikan. Dunia berputar cepat di sekelilingku, namun aku masih di sana—di lorong sempit ingatan yang enggan kulepaskan. Apakah aku menjadi penjara bagi diriku sendiri, ataukah masa lalu itu yang terus memelukku erat, seperti seorang kekasih yang tak rela berpisah? Perubahan, seperti angin musim, datang tanpa permisi. Tetapi aku, sang pengelana nostalgia, hanya berdiri terpaku, takut melangkah ke tanah yang belum pernah kujejaki.

Sosial beregenerasi, seperti pohon tua yang meluruhkan daunnya agar tunas baru bisa tumbuh. Namun, apakah bijak untuk menolak kepergian daun-daun itu? Aku belajar, meski dengan langkah yang tersendat, bahwa bijak bukan berarti menyimpan semuanya. Bijak adalah seni melepaskan, menerima bahwa yang baru mungkin membawa jawaban atas pertanyaan yang dulu. Dunia ini bukan hanya milikku; ia adalah panggung besar yang terus berganti adegan, aktor, dan cerita. Maka, apa yang tersisa dariku jika aku hanya berdiri di pinggir panggung, terpesona oleh babak yang telah berlalu?

Mereka berkata, waktu adalah guru terbaik, tetapi kadang ia kejam dalam pelajarannya. Aku dipaksa, bukan oleh tangan kasar, tetapi oleh renungan yang tak kunjung usai, untuk melihat cermin yang memantulkan wajah yang berubah. Di sanalah aku belajar bahwa keabadian masa lalu hanyalah fatamorgana; ia hidup hanya di kepalaku. Maka, aku harus berdamai—dengan diriku, dengan dunia, dan dengan waktu. Bijaksana bukanlah mengetahui segalanya, melainkan memahami bahwa tak ada yang sepenuhnya tetap. Dan kini, aku melangkah. Bukan meninggalkan masa lalu, tetapi menjadikannya pelita untuk jalan yang terus panjang.

Selamat Tahun baru 2025!
Share: