WAJIB MEMBAYAR BELAJAR 9 TAHUN

Wajib Belajar Wajib belajar 9 tahun. Kalau tidak melaksanakan kewajiban biasanya ada konsekuensi.
Bentuk konsekuensinya bermacam. Siapa yang mewajibkan untuk target 9 tahun ?Kalau masih saja banyak yg tidak bisa bersekolah karena alasan biaya ? Sebentar, sepertinya saya melihat pola disini. Pola marketing mungkin ??
Wajib belajar 9 tahun, sistem belajar yang diakui adalah yg berijazah. Sekolah kan ?Ok kita permak sedikit, Wajib belajar di sekolah 9 tahun.Sekolah Dasar 6 tahun dan Sekolah Menengah Pertama 3 tahun, jadi jumlahnya pas 9 tahun.
Ok, jadi kita perjelas lagi. Wajib belajar di SD 6 tahun dan SMP 3 tahun. mmh ?
Wajib belajar 9 tahun untuk mencetak lulusan-lulusan minimalnya sampai jenjang SMP. Waduh?!

Mars Wajib Belajar

Mari kita laksanakan wajib belajar
Putra putri tunas bangsa harapan Negara
Wajib belajar cerdaskan kehidupan bangsa
Tuk menuju masyarakat adil sejahtera
Gunakan waktumu, isilah hidupmu
Tekunlah belajar giatlah bekerja
Berantas kebodohan perangi kemiskinan
Habis gelap terbit terang hari depan cerlang
Ayo kita giatkan wajib belajar
Jangan putus tengah jalan marilah tamatkan
Tanam ilmu sekarang petik hari depan
Cerdas trampil berwibawa penuh daya cipta
Gunakan waktumu isilah hidupmu
Tekunlah belajar giatlah bekerja
Jadikan tunas bangsa inti pembangunan
Adil makmur sejahtera merata bahagia
Lagu itu diciptakan R.N. Sutarmas, syair diciptakan oleh R.N. Sutarmas dan H. Winarno
Kembali lagi pada pola yang saya singgung di alinea sebelumnya. Wajib belajar 9 tahun, dan proses belajar mengajar yang diakui hanya di Institusi Sekolah. Dan sekolah harus bayar donk, baik itu sekolah negeri apalagi sekolah swasta. Wajib mengenyam pendidikan selama 9 tahun dengan konsekuensi harus membayar masa sekolah selama 9 tahun. Kan sekolah gratis sekarang, apalagi dengan adanya produk pemerintah di bidang pendidikan yang sedang populer : Dana BOS. Dana Biaya Operasi Sekolah ? bukan dananya si bos ? Lupakan dana bos, tidak ada bedanya dengan sebelum jaman dana BOS hadir di muka bumi Indonesia ini.
(harap di perhatikan; tokoh pada tulisan selanjutnya mungkin ada kesamaan dengan kondisi di suatu tempat, tetapi kesamaan itu hanya kebetulan semata. toh tulisan ini hanya secuil sketsa dari kenyataan yang sebenarnya kita sendiri tahu adanya.)

Mang Udin dan Ceu Eti terbengong-bengong ketika menerima berita pengumuman dari sekolah si Ujang, kalau murid di wajibkan untuk membeli buku paket dan buku LKS yang total harganya 1/2 juta lebih. Dan Mang udin sempat berencana untuk ber-pingsan-ria ketika (lagi) mengetahui biaya 1/2 juta itu hanya untuk 1 semester saja. jadi total yang harus disediakan untuk 1 tahun belajar atau 2 semester untuk biaya si Ujang sekolah, hanya untuk buku cetak dan LKS saja sudah mencapai 1 juta lebih. Belum lagi menurut Ceu Eti kini ada pelajaran komputer yang asalnya tidak perlu bayar, kini harus bayar juga sebesar dua ratus ribu rupiah untuk satu tahun.

“Eti,.. rarasaan (perasaan) mah si Ujang teh masuk ke Sakola Negeri kan ?” tanya Mang Udin yang rencana pingsannya tidak jadi. “ Trus, ceunah (katanya) ada bantuan ti pamarentah keur sakola anu disebut dana BOS tea.. ”

Ceu Eti yang duduk di sampingnya asik motongin Kangkung untuk persiapan hidangan buka puasa. “ Ah, engga tau atuh kang, eti oge bingung…” jawab Ceu Eti.
Tidak puas dengan jawaban Ceu Eti, Mang Udin setengah bete melipat Surat Pemberitahuan dari sekolah si Ujang.

“ ah, urang mah protes weh. Mun bisa mah rek demo –kawas mahasiswa dina berita di tipi, tapi siapa yang mau demonya ? piraku cuman kita berdua” Mang Udin semakin memperlihatkan raut wajah serius. Alisnya naik sebelah, sepasang matanya dipicingkan sambil garuk-garuk dagunya.

“sok ajah protes Kang, kalau nanti gara-gara protes si Ujang dideportasi (maksudnya dikeluarkan) dari sekolah nyah gimana atuh ? kita juga anu riweuh” Ceu Eti menatap wajah Mang Udin, serius.

“Heu euh, bener juga. Kalau kita protes sama sekolah, nanti bisa di-anak-tere-keun si Ujang di sakolana” kata Mang udin.

Ceu Eti berusaha menutupi wajah sedihnya dengan terus memotong-motong Kangkung dengan serius, ya setidaknya berusaha untuk serius. Tidak jauh berbeda dengan Mang Udin. Sambil menarik kakinya ke atas kursi, posisi Mang Udin seperti jongkok di atas kursi. Tangannya memeluk lutut, kemudian berlanjut menggaruk-garuk kumisnya yg mulai tumbuh malu-malu.

Sejauh ini ada sekolah yang mewajibkan murid didiknya untuk membeli buku paket dan LKS dari penerbit yang ditunjuk oleh sekolah. Harga satu paketnya, bermacam-macam ada yang murah dan ada yang murahan. Kenapa saya bilang murahan? Karena orang tua murid harus membelinya dari sekolah. Jika berinisiatif untuk membelinya di luar sekolah, jangan harap bisa mendapatkan buku yang serupa dengan yg ditunjuk oleh sekolah. Oh iyah, murahannya ? beberapa soal atau pokok bahasan pada buku ada yang terkesan asal-asalan. Dan bahkan ada yang menulis ulang soalnya dengan kemiripan yang sangat mungkin jika soal-soal ini hanya di copy-paste dari buku-buku lainnya yang sudah ada. Beberapa soal latihan pilihan berganda, tidak ada jawabannya. Ya sama sekali tidak ada jawaban yang benar. Belum lagi salah cetak, bahan kertas untuk buku yang masih menggunakan bahan kertas buram/stensilan. Mungkin untuk menekan biaya produksi yach ? Yang jelas buku-buku paketan dari sekolah kelihatan butut lah terutama dari pisik bukunya.

Tidak sepadan utk buku paket yang harus ditebus dengan harga yang cukup mahal.
Ini baru sekitar buku paket. Belum lagi sumbangan-sumbangan dan iuran-iuran lainnya. Iuran POM (Persatuan Orang tua Murid) Iuran Bulanan. Tabungan Kelas. Iuran untuk THR wali kelas (nah ini yang semakin aneh) konyolnya POM sendiri sepertinya mirip perkumpulan ibu-ibu arisan, yang efektif hanya untuk kegiatan jalan-jalan dan makan-makan saja. Tim Hura-hura.

Jadi untuk sekelas Sekolah Negeri saja, sudah cukup mahal loh. Mungkin di sebagian wilayah di Indonesia sana berbeda-beda kisahnya. Tetapi plot cerita-nya sama saja. Orang tua diperas dengan berbagai cara dengan kedok bagian dari sistem pendidikan, dimana apabila ada orang tua murid yang kritis dengan keadaan ini. Akibatnya adalah anak dari orang tua murid yang kritis tapi. Ada kemungkinan ditandai sebagai anak dari orang tua yang banyak protes.

Soal Dana Bos sendiri, sebagai orang tua murid tidak bisa berbuat banyak. Anggap saja Dana Bos itu seperti angin sepoi-sepoi saja, tidak perlu dipikirkan. Proses pencairan Dana bos saja sarat dengan permainan. Dari tingkat sekolahnya sendiri, instansi pendidikan kota dan sampai pada instansi pendidikan provinsi.

Serupa tapi tidak nyambung. tadi siang mendengar suatu bentuk percakapan curhat colongan.

Kabag1 : ntar malem ada janjian dengan BPK di hotel, seperti biasalah makan-makan..
Kabag2 : wah gitu yach ? kalau saya dengan KPK nanti malam di restoran mahal.
Karyawan1 : kok rapatnya di tempat seperti itu pak ? kan urusan kantor kenapa engga di sini aja di kantor
Karyawan2 : kamu kan baru saja dapet SK pengangkatan, mana tahu urusan beginian.. sudah bikin kopi saja 3 sana..!!
Karyawan1 : kopi ? memang engga pada puasa yach bapak-bapak ?
Kabag1 + Kabag2 + Karyawan2 : melototin karyawan1
Karyawan1 : ya… iyah pak,…. saya bikin kopi saja yach ? 3 gelas pak ? ok siap! laksanakan!

(terinspirasi dari Note Facebook dan Blog Opay untuk Gambar dan Teks Lagu Mars Wajib Belajar dari Tunas63)

Komentar